Not all scars show, not all wounds heal. Sometimes you can't always see, the pain someone feels

- -

Thursday, February 7, 2013

Human Nature #11 : Impulsivity

When you were young, you don't really know quite what you're aiming at. You're very impulsive and acting on impulse, which is very important and valuable. But you're kind of swimming in a blind sea. When you got older, you should have more of a sense of direction.

Impulsif adalah seseorang yang berkata, bertindak, atau melakukan sesuatu tanpa memikirkannya terlebih dahulu, apalagi berfikir tentang dampak atau akibat tindakannya tersebut. Suatu tindakan dikatakan impulsif ketika tindakan itu memenuhi dua syarat, pertama tindakan itu dilakukan tanpa pertimbangan terlebih dahulu, dan yang kedua lebih memilih keuntungan jangka pendek dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang. 

Semua orang bisa menjadi impulsif di saat tertentu, utamanya ketika seseorang itu sedang melakukan hal yang sudah sering mereka lakukan, sedang melakukan hobinya, atau justru saat orang itu berada di situasi yang sangat intense. Beberapa contoh nyata suatu impulsivitas sering sekali saya dalam peristiwa sehari-hari, misalnya :

Impulsive Eating
Lagi diet, lapar mata, terus diembat semua makanan mulai dari appetizernya sampai desserts ckck, terus kemudian ngomong " Duh, gagal deh dietku" wkwk, ini contoh paling gampang dari impulsivitas (dari kemaren contohnya diet mulu), atau ada maicih level 99 langsung dihajar aja mentang-mentang seneng pedas, eh besoknya mencret hahaha (entah kenapa bahasa saya tiba2 jadi sarkasme gini)

Impulsive Buying
Contoh paling gampang kedua, adalah membeli barang secara impulsif haha, ada gadget baru, ga mikir panjang, dibeli, ada iPhone 5 harga 8 juta teteap diembat, padahal penghasilan sebulan cuma 1/2 nya hahaha, ada buku Agatha Christie cetakan baru di gramedia, main beli aja padahal yang lama belum habis dibaca (curhat), beli pakaian buat ngikutin mode, eh ntarnya cuma dipake sekali dua kali doang.

Impulsive Mindset
a.k.a mainstream-followers haha, rajin ngeliat Trending Topics di Twitter, ngeliat hashtag #saveKPK ikut-ikutan nge-tweet pake hashtag yang sama, padahal sebenarnya ga ngerti apa yang terjadi ama KPK, nonton film 5cm dan 5 menit setelah selesai nonton ngajakin temen-temenya buat trekking, eh 5 bulan kemudian ga kemana-mana haha, ada lagi yang blogwalking, merasa terinspirasi, ngepost 1-2 tulisan, 2 bulan kemudian tulisannya ga nambah-nambah hehe.

Sekali lagi, saya 100% ga ada niat buat ngomongin orang lain, saya juga kadang impulsif, contoh paling nyata aja pas trading saham, ga jarang saya sesekali "ngikutin arus" ketika tiba-tiba ada saham lapis ketiga yang "digoreng" langsung menghiasi running-trade dengan kenaikan yang cukup signifikan, saya tanpa pikir panjang, ikut "kereta" nya si BD yang ngegoreng saham itu, dan so far hasilnya 50-50, kadang gain cukup besar dengan jadi follower, dan kadang sebaliknya rugi besar, tapi yang jelas emang lebih memacu adrenalin gitu ngeliat running trade begitu dah beli sahamnya, tapi ya even saya gain sekalipun tetep aja ga sepuas kalo gain dari saham yang di kekep 2-3 bulan haha.

Menurut saya sendiri kadang menjadi orang yang impulsive itu bagus, yah at least kita berani action daripada kebanyakan mikir tapi ga jadi-jadi kan? hehehe

"Tarot Cards, Gems and Stones, believing all that shits gonna heal your soul"
- The Script , Six Degress of Separation -


Saturday, February 2, 2013

Human Nature #10 : Rationalization

The fox who longed for the grapes, beholds with pain
The tempting clusters was too high to gain
Grieved in as his heart he forced a careless smile
And cried, "They sharp and hardly worth my while"

Sajak atau apalah namanya itu yang diatas haha, merupakan translasi oleh Aphra Behn, atas sebuah cerita atau fabel ciptaan Aesop seorang fabelist di jaman yang sudah cukup lama haha yang berjudul "The Fox and The Grapes". Jadi cerita ringkasnya adalah disebutlah seorang rubah yang hidup di jaman entah kapan, yang sedang berjalan dalam perjalanannya, si rubah ini tiba-tiba melihat se-onggok anggur yang menggantung di sebuah pohon yang cukup tinggi, nah berhubung si rubah ini lapar, doi pengen ngambil anggur itu ceritanya, nah maka doi berusaha loncat untuk menggapai anggur itu, namun sekali, dua-kali mencoba usaha si rubah itu ternyata sia-sia, ngerasa dirinya ga mampu ngambil tuh anggur maka si rubah ini berkata kepada dirinya sendiri, kalo anggur itu masih belum ranum, dan dia ga butuh anggur yang asem.

Intinya cerita ini memberikan suatu contoh mekanisme pertahanan  yang secara sadar maupun tidak sadar dilakukan oleh kita manusia, begitu ada dua peristiwa atau pemikiran yang kontroversial terjadi. Alasannya secara umum ada 2, pertama untuk membenarkan tindakan kita yang tidak sesuai apa yang sebelumnya kita harapkan, atau yang kedua, yang paling umum adalah untuk menciptakan alasan yang logis atas ketidakmampuan kita sendiri.

Saya rasa ga jarang kita melakukan yang namanya rasionalisasi, misal sbb:
"Ya wajarlah, orang kaya kan duitnya banyak buat jalan-jalan"
"Gpp, kalah menang kita udah ngasi yang terbaik kok"
"Salah sendiri, ga mau bilang ya gw mana tau lu juga pengen"
"Duh, kelewat ya? nonton softcopy aja, toh ceritanya sama"
"Ngapain nyari IP gede-gede, toh IP ga nentuin penempatan gini"

Gimana? ngerasa pernah ngelakuin hal yang serupa? haha sebetulnya sih, menurut saya pribadi rasionalisasi itu ada bagusnya, misalnya waktu ada perlombaan, peserta atau atletnya pasti cenderung untuk menjadi nervous dan seolah memiliki beban untuk menang, nah dengan membentuk suatu rasionalisasi, bahwa kalah menang ga masalah, yang penting usahanya udah yang paling joss, nah dengen gini si atlet/peserta bisa sedikit lebih ga gugup, dan akhirnya hasilnya kemungkinan akan menjadi lebih baik. Nah yang menjadi masalah, dan ngeselin itu, adalah ketika seseorang melakukan rasionalisasi yang fiktif, alias sebenarnya mereka hanya melakukan rasionalisasi untuk menutupi kesalahannya, atau menutupi ke-engganannya melakukan sesuatu yang terkadang sesuatu itu sendiri justru keinginannya sendiri.

Misalnya, contoh paling simpel lah, seorang temanmu pengen ngurusin badannya, terus ngajak dirimu, dan beberapa teman lainnya untuk diet makanan sehat dan berolahraga teratur, dan kalian sepakat untuk bersama-sama memulai program diet kalian, nah belum jalan seminggu, tiba-tiba si orang itu, jadi ngebatalin janjinya sendiri, mulai makan-makanan yang enak (dengan rasionalisasi kalau gw ga makan banyak, ntar gw lemes, ga makan nasi belum makan namanya, dan berbagai macam alasan "aneh" lainnya), dan berhenti berolahraga (dengan alasan capek, kurang tidur, males, ga enak badan dsb), rasionalisasinya boleh-boleh aja, kalau emang bener kondisinya sakit, butuh makan banyak dsb, tapi ketika rasionalisasi itu diciptakan hanya untuk nge-akomodasi keengganannya ngelakuin inisiatifnya sendiri, yah facepalm banget ga sih? haha.


Saya bukan ngomongin orang lain, saya sendiri juga masih ngelakuin yang namanya rasionalisasi, atau membuat alasan, misalnya pas UTS atau UAS, saat ogah-ogahan belajar, saya sempet berfikir, "ngapain belajar, toh belajar atau nggak sama aja ntar ga ngertinya" atau waktu sekarang ini mau bikin paspor, udah janji ke diri sendiri pengen bikin jumat kemaren abis pulang DL, eh malah ga jadi dengan rasionalisasi "minggu depan aja palingan ntar rame ngantri nunggunya kelamaan" haha. Itulah sebabnya, kadang kalau saya ada rencana yang sifatnya pribadi sebisa mungkin ga di "umumin" ke orang lain dulu, kayak pas mau "main" saham dulu atau pas mau trekking rinjani, soalnya kalau dah banyak yang tau, dan ternyata ga jadi, nah orang lain bakalan berfikir yang cenderung negatif kan? ntah ntar dibilang omdo atau segala macem.

Jadi, sebenarnya rasionalisasi adalah salah satu bentuk self-defense-mechanism manusia, untuk membenarkan perilakunya yang ga appropriate, dan pelajarannya, kalo emang pengen sesuatu ya harus bener-bener berusaha buat ngedapetin apa yang kita mau kan? kalo sering-sering bikin alasan ntar jadi kebiasaan lho katanya. hahaha

"Rationalization is a process of not perceiving reality, but of attempting to make reality fit one's emotion"
- Ayn Rand, Philosophy : Who Needs It? -